Analis senior Monex Investindo Futures Albertus Christian mengatakan, penguatan rupiah hari ini lebih dipicu oleh aksi realisasi untung terhadap dolar AS setelah mengalami penguatan yang signifikan. Dia menegaskan, ini semata faktor profit taking dolar AS yang mendongkrak rupiah.
Sebab, jika dilihat dari pergerakannya, rupiah relatif sempit sehingga belum ada pergerakan yang signifikan di pasar. "Karena itu, sepanjang perdagangan, rupiah mencapai level terkuatnya 9.689 setelah mencapai level terlemahnya 9.712 per dolar AS dari posisi pembukaan di level terlemahnya itu,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (5/3/2013).
Penguatan dolar AS sebelumnya dipicu oleh memburuknya data-data ekonomi yang dirilis di Eropa. Indeks sektor jasa Spanyol dan Italia menunjukkan angka yang lebih lemah.
Indeks sektor jasar Spanyol dirilis lebih rendah ke 44,7 dari publikasi sebelumnya 47. Ini menandakan sektor jasa Spanyol bergerak ke level kontraksi untuk Februari dan mengakhiri kenaikan sebelumnya. "Ini juga mengindikasikan bisnis baru dan sektor jasa mengalami penurunan," timpal dia.
Begitu juga dengan indeks sektor jasa Italia yang jatuh ke 43,6 dari sebelumnya 43,9.
Sementara itu, dari Asia, keputusan suku bunga Reserve Bank of Australia (RBA) menunjukkan tidak adanya perubahan suku bunga di level 3%. "Tapi, bank sentral memberikan sinyal pemangkasan suku bunga ke depannya," tuturnya.
Jadi, Christian menegaskan, secara keseluruhan laju rupiah sebenarnya masih sideways. "Sebab, pasar masih menunggu data ekonomi AS yang akan dirilis nanti malam yakni ISM Non-Manufacturing dan data penting non-farm payroll baru akan dirilis akhir pekan," ungkap dia.
Alhasil, dolar AS melemah terhadap mayoritas mata uang utama termasuk terhadap euro (mata uang gabungan negara-negara Eropa). Indeks dolar AS melemah 0,24% ke 82,05 dari sebelumnya 82,21. "Terhadap euro, dolar AS ditransaksikan melemah ke US$1,3059 dari sebelumnya US$1,3024 per euro," imbuh Christian.
No comments:
Post a Comment