Dalam banyak kesempatan saya sering mengatakan kecerdasan finansial akan membuat seseorang pintar sebagai pengutang (kas defisit) dan lihai sebagai investor (kas surplus).
Selain itu, mereka yang cerdas finansial tidak mudah tergoda atau salah persepsi terhadap kartu kredit dan produk-produk kreatif bank seperti angsuran dengan bunga flat dan tawaran bunga nol persen. Berikut beberapa tips nya..
Bunga Flat
Hampir semua barang kini dapat dibeli secara kredit. Penjual akan memberitahukan tingkat bunga yang dikenakan. Namun, Anda jangan langsung tergoda jika disebutkan bunganya relatif rendah, katakan hanya enam persen p.a. Ingat, bunga yang disampaikan itu sering kali bukan bunga sebenarnya tetapi bunga flat. Bunga sebenarnya (efektif) sekira dua kali lipatnya (12 persen). Jika ada provisi, biaya administrasi, dan angsuran pertama dimulai saat transaksi, bunga efektif dapat menjadi sekira 15 persen.
Bunga 15 persen inilah yang mestinya menjadi dasar pertimbangan sebelum memutuskan pembelian kredit, dan bukan enam persen. Jika Anda memang membutuhkan barang itu dan memandang bunga 15 persen p.a. masih wajar, silakan membelinya.
Masih soal kredit, hampir setiap bulan saya ditawari pinjaman dari dua bank penerbit kartu kredit yang saya miliki. Bank yang satu menawarkan bunga satu persen setiap bulan selama 12 bulan dengan biaya administrasi satu persen dibayar di muka. Jika berutang Rp12 juta, kita akan menerima kas Rp11,88 juta (99 persen) dan mencicil Rp1,12 juta setiap bulannya.
Bank lainnya menawarkan bunga hanya lima persen selama enam bulan tetapi bunganya harus dibayarkan pada angsuran pertama. Dengan mengambil kredit Rp30 juta, bank akan menagih Rp6,5 juta (Rp5 juta + 5% x Rp30 juta) di bulan pertama dan Rp5 juta pada lima bulan berikutnya.
Menurut Anda, apakah ini menarik? Jika Anda salah persepsi tentang bunga flat, Anda pasti tertarik. Padahal sesungguhnya keduanya tidak menarik karena bunga efektif masing-masing adalah 21,46 persen p.a. dan 17,52 persen p.a.
Bunga 0%
Bagi mereka yang cerdas finansial juga tidak akan percaya begitu saja jika ada apartemen, ruko, atau kendaraan ditawarkan dengan bunga nol persen. Logika keuangan mengajarkan kita bahwa tidak ada makan siang yang gratis. Buktinya, pinjaman antarbank (call money) yang umumnya hanya beberapa hari saja selalu memperhitungkan bunga.
Karenanya, jika produk yang ditawarkan itu memang dibutuhkan, mereka akan langsung mencari tahu harga tunainya. Mereka akan menanyakan apakah ada diskon tunai atau diskon khusus untuk pembelian tunai. Sangat mungkin harga produk yang ditawarkan dengan bunga nol persen itu sudah mengandung bunga. Dalam pasar properti, kita begitu terbiasa dengan istilah soft cash dan hard cash. Intinya, harga rumah yang ditawarkan seringnya bukan harga tunai tetapi harga untuk pelunasan dalam 12 bulan.
Contohnya, sebuah apartemen berharga Rp600 juta dapat dibayar dengan 12 angsuran bulanan Rp50 juta mulai hari transaksi. Pengembang apartemen sesumbar akan mengatakan kalau pembelian kredit bunganya nol persen.
Tetapi, jika kita tanyakan harga untuk pembelian tunai, dia akan menawarkan diskon delapan persen untuk yang membayar secara cepat dalam satu minggu dan diskon lima persen untuk yang melunasi dalam enam minggu, misalnya. Karenanya, jangan gembira dulu mendengar atau membaca tawaran beli properti dengan bunga nol persen.
Kartu Kredit
Persepsi salah juga terjadi terhadap kartu kredit. Dalam penilaian saya, ada empat pandangan berbeda terhadap kartu kredit. Kelompok pertama adalah mereka yang menghindari kartu kredit karena tidak melihat manfaat kartu kredit atau memandangnya sebagai racun dan berbahaya. Yang masuk dalam kelompok ini adalah mereka yang biasa hidup prihatin dan mereka yang pernah terjerat utang kartu kredit akibat tidak dapat mengendalikan dirinya saat memiliki kartu kredit.
Bank tidak menyukai kelompok ini karena tidak mendapatkan fee apa pun dari mereka. Kelompok kedua adalah mereka yang memanfaatkan kartu kredit secara optimal untuk membeli barang yang dibu tuhkan dan membayar semua utang itu ketika tagihannya jatuh tempo sekira dua sampai enam minggu kemudian.
Kelompok ini menghindari bunga bank akibat tunggak an tagihan. Dari kelompok ini bank hanya memperoleh annual fee yang besarnya tidak seberapa setiap tahunnya, selain merchant fee dari penjual tentunya. Inilah persepsi yang benar tentang kartu kredit. Kelompok ini adalah yang paling cerdas, namun bukan yang paling disukai bank karena tidak banyak menguntungkan bank. Untuk setiap ke inginan belanja dengan kartu kredit, kelompok itu mengajukan empat pertanyaan.
"Apakah saya membutuhkan barang itu, apakah pembeliannya harus sekarang, apakah harganya mesti sebesar itu, dan apakah saya akan mampu melunasinya saat tagihan kartu kredit datang beberapa minggu kemudian?" Hanya jika jawabannya ya untuk semua pertanyaan di atas, dia akan menggesek kartunya untuk belanja.
Kelompok ketiga melihat kartu kredit sebagai fasilitas untuk belanja barang dengan berutang. Akibat persepsi yang salah, kelompok ini sering meng gu na kan kartunya untuk membeli barang-barang yang tidak selalu dibutuhkan. Saat tagihan datang, walaupun mungkin mampu, mereka tidak bersedia melunasinya dan hanya membayar tagihan mi nimumnya yaitu 10 persen.
Inilah kelompok pengguna kartu kredit yang paling di su kai bank karena memberikan keuntungan paling besar yaitu bunga kredit, annual fee, dan merchant fee. Kelompok terakhir mempunyai persepsi yang paling salah.
Kelompok ini melihat kartu kredit sebagai tambahan uang kas di dompetnya. Bukan saja un tuk belanja barang, persepsi salah membuat kelompok ini tidak segan untuk menarik uang kas dari ATM yang bunganya sangat tinggi. Saat tagihan datang, kelompok ini tidak sanggup membayarnya bahkan untuk angsuran minimum.
Yang masuk kelompok ini hidupnya tidak tenang karena diuber-uber debt collector dan sering harus berpindah tempat tinggal. Berhubungan dengan kelompok ini, bukannya dapat keuntungan, bank akan mengalami kerugian. Inilah kelompok yang paling tidak disukai bank penerbit kartu kredit.
No comments:
Post a Comment