Social Icons

Jerman akan Bangun Pabrik Petrokimia Rp 19 Triliun di Papua Barat


Presiden SBY melakukan pertemuan dengan Direktur dari Ferrostaal GmbH Klaus Lesker, di Berlin, Jerman Senin (4/3/2013). Ferrostaal berkomitmen membangun pabrik petrokimia senilai US$ 2 miliar atau kurang lebih Rp 19 triliun di Papua Barat.

Menteri Perindustrian Mohamad S Hidayat dan Kepala BKPM Chatib Basri menyaksikan kesepakatan awal (Letter of Intent) terkait kerjasama untuk pembangunan proyek petrokimia-downstream di kawasan Papua Barat di Indonesia. Penandatanganan ini dilakukan oleh Klaus Lesker berserta Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto.

Rencananya pada tahun 2019 akan mulai beroperasi kompleks instalasi petrokimia untuk menghasilkan metanol, propilen dan polipropilen dari gas bumi di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat dengan total investasi senilai US$ 2 miliar atau sekitar Rp 19 triliun. 

Dalam proyek tersebut, Ferrostaal berperan sebagai developer dan investor. Selain itu, Ferrostaal akan menstrukturkan investasi yang direncanakan, baik oleh mitra investasi luar negeri maupun lokal dari Indonesia.

Sesuai dengan kesepakatan itu pula, dalam bulan-bulan berikut akan diadakan pembagian pengadaan gas pada pokoknya dari sumber daya alam daerah serta pembagian lahan bangunan dalam satu kawasan industri di Teluk Bintuni yang direncanakan oleh Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.

Klaus Lesker menyatakan, proyek ini berprospek menghasilkan keuntungan ekonomi yang besar untuk pasar Indonesia karena pertambahan nilai yang diraih di dalam negeri yang besar. 

"Pertama Indonesia akan mengurangi impornya dengan nilai sampai US$ 600 juta per tahun karena menggunakan produk akhir untuk pasar sendiri," ujar Klaus dalam keterangan tertulis kemenperin, Senin (4/3/2013)

Selain itu kompleks instalasi ini, menurut Klaus dengan tekniknya yang terkembang mengakibatkan transfer teknologi dan menjamin adanya lowongan kerja yang berkelanjutan. 

"Kira-kira akan menyerap sekitar 3.000 karyawan, baik langsung maupun tidak langsung. Ini sama dengan kira-kira empat kali lipat dari lowongan kerja yang dihasilkan oleh produksi misalnya gas cair (LNG)," katanya.

Harapannya, begitu Instalasi selesai dikerjakan, akan mampu menghasilkan kira-kira 400.000 ton polipropilen per tahun. Bahan sintetik serta produk sampingan bensin (kira-kira 150.000 ton) dan gas cair (kira-kira 34.000 ton) akan dijual di pasar lokal, untuk menutupi kebutuhan yang meningkat dari ekonomi dalam negeri, dan untuk memajukan perkembangan negara dengan substitusi impor ini. 

Polipropilen setelah polietilen adalah bahan sintetik terpenting kedua di seluruh dunia. Di Indonesia bahan ini secara primer digunakan di industri plastik untuk memproduksikan misalnya kotak kemasan, dan semakin banyak digunakan di industri otomotif dan mebel.

Dari proyek ini Indonesia dapat manfaat terutama dari teknologi alternatif untuk memproduksi polipropilen. Untuk memproduksi hanya digunakan gas bumi daerah dari sumber daya alam di Papua Barat, yang potensinya bisa memasok kompleks instalasi selama minimal 25 tahun.

Proyek ini mendukung realisasi Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), bertujuan industrialisasi yang berkelanjutan sampai tahun 2030 untuk mempercepat pembangunan ekonomi, khususnya di daerah Timur dari Indonesia.

No comments:

Post a Comment